NAMA : DELA SETIAWATI
NIM : D1B016083
“POHON APEL”
Suatu ketika, hiduplah sebatang
pohon apel besar dan anak lelaki yang sednang bermain-main di bawah pohon apel
itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk poho,memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat
mencintai pohon apel itu. Demekin pula, pohon apel sangat mencintai anak
kecilitu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu telah tumbuh besar dan tidak
lagi bermain-maindenga pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia mendatangi
pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo kesini bermain-main lagi denganku,”
pinta pohon apel itu.
“Aku
bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi.” jawab anak lelaki itu.
“Aku
ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.
”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh
mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk
membeli mainan kegemaranu.
Anak lelaki itu sangat senang. Ia
lalu memetik semuah buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan punuh suka
cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak perah datang lagi. Pohon apel itu
kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang
melihatnya datang.
“Ayo bermain-main denganku lagi.” kata pohonn
apel
“Aku
tak punya waktu, “jawab anak lelaki itu.
‘Aku
harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal.
Maukah kau menolongku?”
“Duh,
maaf aku tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku
untuk membangun rumahmu.” kata pohon apel itu.
Kemudian anak lelaki itu menebang
semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu
juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak
pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih. Pada suatu musim
panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat bersuka cita
menyambutnya.
“Ayo
bermain-main lagi denganku.” kata pohon apel.
“Aku
sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin
berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”
“Duh,
maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong bantang tubuhku dan
menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berayar dan
bersenang-senang.
Kemudian anak lelaki itu memotong
batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi
berlayar dan tek pernah lagi datang menemui pon apel itu. Akhrnya, anak lelaki
itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
“Maaf
anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu,”
“Tak
apa. Aku pun tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki
itu.
“Aku
juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.
“Sekarang,
aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku
benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang aku bisa berikan padamu. Yang
tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat lagi,” kata pohon apel
sambil menitikan air mata.
“Aku
tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata lelaki itu.”Aku hanya membutuhkan
tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama
meninggalkanmu,”
“Oohh,
bagus sekali. Taukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk
berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan
beristirahatlah dengan tenang,”
Anak
lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira
dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini adalah cerita tentang kita
semua. Pohon apel itu adalah orangtua kita. Ketika kita muda, kita senang
bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita
meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika memerlukan sesuatu atau dalam
kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk
memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda
mungkin bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu,
tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita. Sampaikanlah kepada
orang tua kita, betapa kita mencintainya, dan berterima kasih atas seluruh
hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
saya seperti pernah membacacerita ini sebelumnya.
BalasHapus